Menurut gagasan umum di hampir seluruh Asia, rakyat dan seluruh harta benda mereka adalah milik pangeran. Keturunan atau kerabat mantan pangeran gemar memanfaatkan ketidaktahuan penduduk, yang belum juga memahami bahwa kini “tumenggung”, “adipati”, atau “pangeran” mereka adalah pejabat bayaran yang telah menjual hak mereka sendiri dan hak rakyat demi mendapatkan pendapatan tetap, sehingga pajak yang dahulu mereka bayarkan kepada tuan mereka berubah menjadi pekerjaan berupah rendah di perkebunan kopi atau tebu. Karena itu, tidaklah aneh jika ratusan keluarga dipanggil dari tempat-tempat yang sangat terpencil untuk bekerja, tanpa bayaran, di ladang-ladang milik bupati. Sangatlah lumrah jika barang-barang disediakan secara gratis untuk keperluan istana bupati; dan, jika kebetulan bupati menyukai kuda, kerbau, anak perempuan, atau istri seorang lelaki miskin, sang pemilik akan menyerahkan barang yang diinginkan tanpa syarat