Setiap orang memiliki awannya sendiri, entah itu adalah awan putih yang dilambangkan sebagai nasib baik atau awan hitam yang dilambangkan sebagai nasib buruk, kaki-kaki yang menopangnya adalah kekokohan nasib itu sendiri, membuat setiap orang yang dinaungi awan hitam bertanya-tanya ‘kenapa awan ini tidak beranjak dari kepalaku?’ sebagaimana tugas kaki yang digunakan untuk berjalan, akan ada momen tertentu kaki-kaki itu mulai melangkah pergi dan meninggalkan pemiliknya dan awan-awan baru akan menaunginya.