Seorang perempuan yang ingin kuanggap tanpa sebutan apa pun, baik sebutanronggeng atau sebutan perempuan Dukuh Paruk. Srintil hanya ingin disebut sebagai seorangperempuan utuh. Dia sungguh-sungguh ingin melahirkan anakku dari rahimnya. Dia ingin akutetap tinggal bersamanya di Dukuh Paruk, atau ikut bersamaku, pergi bergabung dengankelompok Sersan Slamet.
“Bila kau ingin bertani, aku mampu membeli satu hektar sawah buat kaukerjakan. Bila kauingin berdagang, akan kusediakan uang secukupnya,” pinta Srintil di tengah malam yang amatsepi.
“Srin, aku belum berfikir sedemikian jauh. Atau aku takkan pernah memikirkan hal semacamitu. Lagipula aku masih teringat betul kata-katamu dulu bahwa kau senang menjadironggeng,” jawabku.