Bagiku sajak ini adalah lambang hubunganku dengan pembaca. Karena itu, sajak atau puisi harus gampang dicerna dan dimengerti. Jadi, aku tidak memakai kata-kata yang sulit, melainkan kata-kata yang biasa yang selalu dipakai berkomunikasi. Bagiku puisi itu sulit dicerna, bahkan seperti tidak bermakna, karena hanya bentuk permainan kata-kata. Aku adalah orang realistis. Karena itu, nukilan kata-kata sajakku juga realistis.
Kutak perduli kalau ada yang mengatakan ini bukan kumpulan sajak bermutu, bukan puisi kelas wahid. Aku tidak perduli. Bagiku apa kata hatiku, apa kata pikiranku, apa kata-kata pesanku, dapat dimengerti pembaca dengan mudah. Bagiku itu sudah berarti karena makna untaian kata-kata dapat diterima atau diresapi kalau mungkin direnungkan lalu dicamkan dan ditularkan. Itulah aliranku. Bagiku kebebasan bentuk puisi sangat penting. Aku ingin bebas dan akan tetap bebas. Karena Bung Karno sudah berhasil membebaskan bangsa ini, bangsa Nusantara Indonesos menjadi Indonesia yang merdeka dari kuku kekejaman penjajah sejak 1602 hingga kini. Kenapa hingga kini? memang menurut keyakinanku hingga kini, kita masih dijajah oleh kekuasaan asing, walau disadari atau kurang disadari atau tidak mau menyadari, yakni oleh orang yang berebut kekuasaan menjadi pemimpin.
Sebab itu, kebesan adalah pandangan hidupku dan kucerminkan di dalam puisiku. Yang penting bagiku bahwa keinginanku ada manfaatnya yang dapat dipetik pembaca, untuk membangun kemanusiaan, persaudaraan, kesetaraan, cinta dan perdamaian. Para pendeklarasi, generasi muda dan pelanjut perjuangan bangsa hendaknya membangun nilai-nilai itu, karena revolusi belum selesai. (BAS)