Aku akan sangat tertarik dengan sebuah langit. Dan, alangkah baiknya kalau dia juga sesosok pria tampan yang bisa membuatku jatuh hati, karena aku agak kesepian berada di bawah sini hanya dengan bebatuan ini.”
Entah Kaos mendengarkan dirinya dan bersedia bekerja sama, ataukah Gaea hanya menghendakinya agar terjadi. Di atas bumi, langit terbentuk—sebuah kubah protektif yang biru saat siang hari dan hitam saat malam. Langit menamai dirinya sendiri Ouranos—dan, yeah, itu ejaan lain untuk Uranus. Tak mungkin kau bisa mengucapkan nama itu tanpa ditertawai orang. Kedengarannya saja sudah salah. Mengapa dia tidak bisa memilih nama yang lebih baik untuk dirinya sendiri—seperti Pembawa Maut atau José—aku pun tak tahu, tapi itu mungkin bisa menjelaskan alasan Ouranos selalu bete.
Sama seperti Gaea, Ouranos bisa mengambil wujud manusia dan mengunjungi bumi—yang sebetulnya bagus, karena langit berada jauh di atas sana dan hubungan jarak jauh tak pernah berhasil.
Dalam wujud fisik, dia tampak seperti sesosok pria bertubuh tinggi kekar dengan rambut hitam gondrong. Dia hanya mengenakan cawat, dan warna kulitnya berubah-ubah—terkadang biru dengan pola-pola awan pada otot-ototnya, terkadang gelap dengan bintang-bintang berkilauan. Hei, memang itulah sosok yang dibayangkan Gaea. Jangan salahkan aku. Kadang kau akan melihat gambar dirinya memegang roda zodiak, melambangkan seluruh konstelasi yang melintasi langit berulang-ulang kali selama keabadian.
Omong-omong, Ouranos dan Gaea kemudian menikah.
Bahagia untuk selamanya?
Tidak juga.
Sebagian dari masalahnya adalah Kaos menjadi terlalu bersemangat untuk menciptakan sesuatu. Dia berpikir kepada dirinya yang muram dan berkabut: Hei, Bumi dan Langit. Tadi itu lumayan seru! Aku penasaran apa lagi yang bisa kubuat.
Tak lama dia menciptakan berbagai jenis masalah lain—dan dalam hal ini, maksudku adalah dewa-dewi. Air terhimpun dari dalam kabut Kaos, mengumpul di bagian-bagian terdalam bumi, dan membentuk lautan pertama, yang secara alami mengembangkan sebuah kesadaran—sang dewa Pontus.
Kemudian Kaos menjadi benar-benar sinting dan berpikir: Aku tahu! Bagaimana dengan sebuah kubah seperti langit, tapi di dasar bumi! Itu akan keren sekali.
Maka sebuah kubah kembali muncul di bawah bumi, tapi ia gelap, keruh, dan pada dasarnya tak terlalu baik, mengingat ia selalu tersembunyi dari cahaya langit. Inilah Tartarus